Kamis, 23 Oktober 2008

Hak Cipta

Pada pembahasan-pembahasan terdahulu sudah mengangkat topik pendaftaran nama band ke Ditjen HKI dan hak mengumumkan/menampilkan (performing right) yang termasuk perlindungan terhadap hak cipta musisi atas karya musik, lagu, lirik, sampul album dan sebagainya.

Sebagai penyegar ingatan mari kita menelaah kembali definisi hak cipta se-perti termaktub dalam UU Hak Cipta No 19/2002. Dijabarkan di sana bahwa hak cipta adalah "Hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk meng-umumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Dalam industri rekaman, hak eksklusif jika diaplikasikan dalam kerjasama bisnis antara artis dengan label rekaman berfungsi untuk melindungi kepen-tingan sang artis karena dengan begitu label rekaman harus mendapatkan izin terlebih dahulu jika ingin memperba-nyak, mendistribusikan atau menjualbelikan karya musik dari sang artis.

Perlindungan hak cipta atas lagu dan musik ini menurut undang-undang, "berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia."

Selanjutnya kita juga akan membahas hak-hak lainnya yang dimiliki pencipta lagu/komposer/musisi, di antaranya hak mekanikal (mechanical rights), hak sinkronisasi (synchronization right), hak cetak (print right), hak transkripsi elektrikal (electrical transcription right) dan hak grand (grand right).

Selain itu nanti akan dijelaskan pula perbedaan mendasar antara hak meka-nikal yang biasanya dipegang pencipta lagu dengan hak penggunaan master rekaman (master use right) yang umumnya dimiliki oleh label rekaman.

Sebagai musisi yang produktif menciptakan musik/lagu pemahaman terhadap hak cipta akan sangat berguna dalam melindungi hak dan kepentingan pencipta. Untungnya hal tersebut telah diatur di negara kita dalam sebuah pe-rangkat Undang-Undang Hak Cipta yang otomatis akan mengikat secara hukum dalam pelaksanaannya.

Industri rekaman Indonesia sendiri sempat mencetak "sejarah hitam" dalam upaya penegakan hak cipta di tingkat dunia. Sejak tahun 1958 hingga 1988 hampir semua album musik (kaset) dari artis-artis internasional yang diedarkan label-label rekaman lokal di Indonesia merupakan produk ilegal (bajakan). Ini karena label-label tersebut tidak pernah mendapatkan izin/lisensi dan tidak membayar royalti kepada pemilik master rekaman suara atas beredarnya album-album tersebut.

Link : http://www.rollingstone.co.id/?modul=detail&catID=39&key=351

Tidak ada komentar: